Unbox.id – Studi terbaru oleh para peneliti di University College London (UCL) menunjukkan bahwa perangkat yang dapat dikenakan seperti jam tangan pintar dapat digunakan untuk mendeteksi risiko tinggi gagal jantung dan detak jantung tidak teratur di kemudian hari. Studi ini dipublikasikan di European Journal of Cardiology – Digital Health dan melalui proses peer-review, menganalisis data dari 83.000 orang yang menjalani elektrokardiogram (EKG) 15 detik, setara dengan elektrokardiogram.
Dapat Mengidentifikasi Rekaman EKG
Dengan mengidentifikasi rekaman elektrokardiogram yang berisi irama jantung ekstra, peneliti dapat memprediksi risiko gagal jantung atau detak jantung tidak teratur selama sepuluh tahun ke depan. Orang dengan detak ekstra dalam rekaman pendek dua kali lebih mungkin mengalami gagal jantung atau fibrilasi atrium.
Studi ini menganalisis rekaman elektrokardiogram orang berusia antara 50 dan 70 tahun tanpa penyakit kardiovaskular pada saat itu. Gagal jantung terjadi ketika pompa jantung melemah dan tidak dapat diobati dalam banyak kasus.
Fibrilasi atrium (detak jantung tidak teratur) terjadi ketika impuls listrik abnormal tiba-tiba mulai menembaki ruang atas jantung, menyebabkan detak jantung tidak teratur dan seringkali tidak teratur.
Kondisi ini bisa mematikan, menyebabkan masalah seperti pusing, sesak napas, dan kelelahan, serta dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke lima kali lipat.
Baca juga: Pilihan Smartwatch Murah Meriah Dan Harga Terjangkau
Kombinasi Dengan Skrining

Dengan teknologi skrining di dalam perangkat smartwatch, pendeteksian kesehatannya jadi lebih mudah. (Sumber: GadgetGuy)
Michele Orini dari UCL Institute of Cardiovascular Sciences mengatakan elektrokardiogram dari perangkat yang dapat dikenakan di pasaran dapat membantu mendeteksi dan mencegah penyakit jantung di masa mendatang, dan menyarankan langkah selanjutnya adalah mempelajari cara terbaik untuk melakukannya, menyaring orang yang mengenakan perangkat yang dapat dikenakan dalam praktik.
Skrining berpotensi dikombinasikan dengan penggunaan kecerdasan buatan dan alat komputasi lainnya untuk secara cepat mengidentifikasi elektrokardiogram yang mengindikasikan risiko lebih tinggi, yang mengarah pada penilaian risiko yang lebih akurat pada populasi dan membantu mengurangi beban penyakit.
Sementara itu, Profesor Pier D. Lambiase dari Institute of Cardiovascular Sciences di UCL dan Barts Heart Centre, Barts NHS Health Trust, mengatakan dengan mampu mengidentifikasi orang yang berisiko gagal jantung dan aritmia penyakit jantung pada tahap awal, risikonya lebih tinggi. kasus dapat dievaluasi lebih efektif dan diobati lebih awal.
Salah satu caranya adalah dengan memberikan nasehat gaya hidup mengenai pentingnya olahraga teratur dan kebiasaan makan.
Baca juga: 3 Produk Smartwatch Apple Resmi Hadir Di Indonesia
Machine Learning
Dalam elektrokardiogram, sensor yang dipasang di kulit digunakan untuk mendeteksi sinyal listrik yang dihasilkan oleh jantung pada setiap detak. Dalam pengaturan klinis, setidaknya 10 sensor ditempatkan pada tubuh dan rekamannya ditinjau oleh spesialis untuk melihat apakah ada tanda-tanda kemungkinan masalah.
Perangkat yang dapat dikenakan tingkat konsumen mengandalkan dua sensor (satu kabel) yang terpasang di satu perangkat dan tidak terlalu rumit tetapi mungkin kurang akurat.
Tim menggunakan pembelajaran mesin dan alat komputer otomatis untuk mengidentifikasi rekaman dengan ketukan ekstra.
Detak ekstra ini diklasifikasikan sebagai kontraksi ventrikel prematur (PVC), yang berasal dari bilik bawah jantung, atau kontraksi atrium prematur (PAC), yang berasal dari bilik atas jantung.
Sumber & Foto: Dari berbagai sumber
Karya yang dimuat ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi unbox.id.
