Jakarta, Unbox.id – Baru-baru ini, beberapa temuan mencengangkan terkait platform dan aplikasi belajar dilaporkan oleh Human Rights Watch. Terdapat kasus pencurian dan penjualan data pengguna, yakni anak-anak yang memanfaatkan layanan beberapa aplikasi.
Jutaan pelajar yang memberikan partisipasi dalam kegiatan belajar secara virtual menjadi korban pencurian oleh aplikasi belajar. Kasus ini terungkap setelah adanya investigasi dan pelacakan yang telah berlangsung sejak 2021 lalu. Tidak hanya itu, mereka juga mengungkapkan adanya aplikasi dan web lain yang juga terlibat dalam kasus serupa.
Lebih dari 160 layanan yang terjaring dari sekitar 50 negara, hampir 90% penyedia layanan tersebut telah terlibat di dalam penyalahgunaan data. Dengan kata lain, masih sedikit penyedia layanan yang benar-benar jujur. Atau setidaknya memahami tentang apa itu ‘pelanggaran hak anak-anak’.
baca juga : Orang Tua Dapat Awasi Gadget Anak Dengan Aplikasi Google Ini
Dalam praktik peretasan tersebut, pelaku melakukan serangkaian kegiatan ilegal seperti memantau aktifitas anak tanpa sepengetahuan dan persetujuan. Mereka juga mengumpulkan data-data pribadi dan menjualnya pada pihak lain yang ingin menyalahgunakannya. Di antara data-data yang mereka ambil seperti identitas pribadi, lokasi, aktivitas dan rekam jejak digital korban.
Pihak Korban (anak-anak) Tidak Memiliki Pilihan Untuk Beralih Layanan
“Guru, orang tua serta anak-anak mereka tidak mengetahui tindakan tersebut,” papar Hye Jung Han. Seorang peneliti teknologi yang tergabung dalam organisasi Human Right Watch mengutip berbagai sumber.
“Namun, andaikata pihak korban tahu apa yang terjadi pada mereka, anak-anak tersebut tetap tidak punya pilihan karena itu merupakan kegiatan sekolah. Mereka harus bertaruh dengan data yang mereka miliki. Jika mereka memutuskan untuk menghentikan kegiatan, maka mereka terancam tidak hadir atau putus sekolah,” imbuhnya.
Hye Jung Han juga mengungkapkan jika hampir dari 90% penyedia layanan yang terjaring dalam pemeriksaannya telah mengirim data ke Google / Facebook. Ini merupakan salah satu trik untuk mendominasi pasar iklan yang ada di dunia digital.
baca juga : Twitter Akhirnya Rencanakan Uji Coba Fitur Tombol Edit Post
Dari pihak pengembang Facebook sendiri, yakni Meta, mengungkapkan bahwa mereka memiliki kebijakan sendiri tentang pembagian data anak-anak. Mereka membatasi untuk pelaku bisnis yang ingin menargetkan anak-anak sebagai pembeli mereka. Dengan begitu, penjual di dunia maya tidak bisa seenaknya mempromosikan produk ke anak-anak.
Sementara dari pihak Google, mereka juga mengatakan hal senada tentang kebijakan yang mereka miliki. Yakni perlindungan privasi pelanggan yang harus benar-benar dipatuhi oleh setiap pelaku bisnis yang memanfaatkan layanan Google.
sumber : CNN
Karya yang dimuat ini adalah tanggungjawab penulis seperti tertera, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi unbox.id.